Aral , nasibmu kini

  • Selamat datang di Republik Karakalpakstan.
  •  Nukus, di ujung negri Uzbekistan, sebenarnya tidak masuk dalam daftar destinasinya perjalananku kali ini. Untunglah Kitay membuka kembali ingatanku akan sebuah bencana yang tak pernah berakhir.
  • Adalah dulu para ilmuwan Russia yang salah perhitungan tentag sebuah laut.mereka membendung sedemikian rupa laut dengan tujuan tertentu.
  • Tapi apa yang terjadi, karena salah itungan, malah bencana yang didapatkan.

Republic Karakalpakstan tepatnya, tempat bencana itu bermulai, pada saat Soviet masih berkuasa. Nanti kusambung ceritanya ya, kita lanjut yang lain dulu.

…..

Tepat jam 11 siang kereta kami dari Bukhara tiba di Station Nukus, nun jauh di ujung negeri Uzbekistan, di Republik Karaklpakstan tepatnya. Berbatasan dengan Asghabat, Tukmenistan.

Kitay terpisah dari ku,karena dia memilih gerbong ekonomi, dan aku memilih gerbong yang terdapat cabin bertempat tidur 4. Tak menunggu lama, dari kejauhan sudah kulihat dia dengan segambreng barang bawaan yang melebihi berat tubuhnya mungkin. Long dress warna pink muda, dan rambut tergerai tak beraturan, membuatnya lebih gampang dikenali.

Aleeee….. , teriaknya. Aku pura pura tidak mendengar berharap dia kembali memanggilku. Lumayan juga bikin orang senewen hari ini.

Bergegas Kitay mengejarku, menyejerkan langkahnya. Berdua kami keluar dari Stasiun.

Duduklah dulu, ujarnya. Tak usah kita terburu buru. Aku siapkan sarapan pagi sederhana untukmu , ujarnya. Hem, apa pulak yang disiapkannya pikirku disaat yang tak jelas seperti ini.

Sejurus kemudian, Kitay mengeluarkan benda aneh, berbentuk bulat besar ditutupi plastic hitam. Dan, astaga..

Kamu suka melon ? tanyanya. Aku mengangguk antara percaya dan tidak percaya.Buah melon yang ukurannya 2 kali lebih besar dari kepalanya, sanggup ia bawa dari Bukhara.astaga.

Bagaimana kau mendapatkanya, tanyaku balik.

Seseorang memberikannya padaku sebelum kita berangkat , ujarnya tersenyum. Memang berat sih, tapi sayang juga kalau tidak kubawa. Lumayan menghemat makan siangku, ujarnya terkekeh. Backpacker sejati, kupuji dia dalam hati.

……

Satu buah melon besar habis oleh kami berdua. Pesai. Lumayanlah untuk mengganjal perut melewati pagi hingga siang nanti.

Seperti biasa supir supir Taxi gelap dan para calo sudah menunggu kami di depan stasiun kereta. Dengan ganasnya mereka mengerubungi kami seperti srigala yang berebut makanan.Belum sempat kita menarik napas dan merebahkan badan, mereka sudah saling berebut menawarkan jasanya. Tapi dinegara ini, taxi adalah pilihan terbaik untuk melancong.selain harganya murah, tentu kita bisa menentukan kemanapun arah yang kita mau, dan bisa stop dimanapun, untuk sekedar kencing atau mengambil spot foto bagus. Public transport masih kurang disini. Bus besar hanya tersedia dijam jam tertentu, yang siap menampung berapapun penumpang, asal siap sengsara tak kebagian kursi, bahkan bernapas pun susah karena berdesakan.

..

Untuk masalah tawar menawar Taxi, Kitay lah jagonya. Kembali kuserahkan hidup dan mati dompetku padanya. Kitay paling getol menawar hingga korbanya menyerah.

Beberapa supir taxi menuju padaku, tapi kuarahkan mata sambil memonyongkan bibirku ke arah kitay, memberi kode kepada mereka untuk menuju ke ratu lebah, kitay.

Si supir taxi paham dan terseyum. Aku menepi , mengambil sabatang rokok, dan menghisapnya dalam dalam sambil memandang kitay dikerubutin para pejuang taxi gelap.

Sebenarnya tak tega juga aku dengannya, tapi mau bagaimana lagi, tak boleh ada 2 kapten disatu kapal bukan, dan untuk tawar menawar Kitay lah jagonya.

Nampak dari kejauhan beberapa pejuang melipir pergi seperti serdadu kalah perang.dalam perjalanan mundurnya, kulihat mereka mengomel dan saling berbagi kesal dengan temannya.

Tinggal 2 oragn yang bertahan kulihat. Sesekali seorang driver mengeluarkan hp nya sebgaia alat hitung,dan berkomunikasi dgn google translate menunjukkan kepada Kitay. Masalah Bahasa pasti, tapi untuk urusan duit,ajaibnya siapapun akan cepat paham, termasuk mereka bertiga kali ini. Kitay mengoyangkan tapak tanganya, menyatakan NO beberapa kali tanda tak setuju dengan harga yang ditawarkan. Dan akhirnya satu lagi, gugur pejuang taxi gelap.

Dan akhirnya, tinggal satu, pemenangnya. Kitay berteriak memanggilku,melambaikan tangganya.mengajak kupergi. Berapa harganya , tanyaku Heheh… 20 dolar, ujarnya tersenyum.

“Haaa… gila loe!”,ujarku, untuk perjalana 3 jam kau bayar segitu , ujarku padanya.

Itu untuk perorang bodoh.. ucapnya tak kalah kesal. Udah, ikut ajalah kau. Terima beres saja.Tapi ingat, giliran mu nanti, bayarin aku makan malam yaa,, ujarnya dengan mata segarisnya terseyum.

Ok, deal . ujarku sambil menjulurkan tangan. Tanda setuju.

Perjalanan ke Muynak.

 Akhirnya supir kami, Akram membawa kami dengan mobil tuanya menuju Muynak , sebuah kota kecil seblum menuju Nukus. Akram orangnya ceria, tak henti hentinya dia menggoda Kitay dan berseloroh padauk. Aku acuh. Istirahat dan lebih memilih tidur agar waktu berlalu cepat.

Baru 1 jam mobil berhenti di sebuah pasar tradisional chumanay . Akram memberi kode agar semua turu.

“ Kita mencari magazine dulu katanya. Kupikir akram akan mencari peluru untuk bedilnya, tapi ternyata magazine artinya adalah pasar. Mencari pasar untuk membeli makanan ringan dan air ternyata.Suasana di Pasar kurasakan tak jauh beda dengan kampungku.becek, berdebu dan semrawut. Tenda tenda kecil dan pedaganan asongan berseliweran dimana mana. Tatap mata aneh dan curiga melihatku dan kitay. Mungkin mereka jarang melihat Turis atau aneh melihat penampilan kami yang berbeda. Yang kusuka dari pedangan dan anak kecil disini adalah matanya yang berwarna aneh. Tidak biru tidak juga hijau. Kelabus mungkintepatnya yaa. Dengan hidung yang tak ada yang mundur kebelakang, tapi kebanyakan off side, melewati batas bangir, mancung.

Sengaja aku mampir kesebuah gerobak es kecil yang penjualnya adalah gadis manis dengan pakaian putih seperti bidan beranak. Unik kulihat disbanding yang lain. Ku ulur waktu dengan pura pura salah pesan minuman. Dengan sabar dia melayaniku, walau mungkin dia tahu sedang ke kerjain. Betah ku berlama lama disini, hanya untuk sekedar melihat warna bola matanya yg indah. Aissshh sedapnya.

Tooooott…teeeett …toooott…

Bunyi klakson akram tak berhenti memanggil kami kembali. Bergegas kutinggalkan si gadis bermata aneh .“ kita harus segera pergi, kalau tidak kita akan terlambat, ujar akram dengan wajah bersungut.

Laju mobil akram meniggalkan debu berterbangan di pasar chumanay.

Baru saja mataku terlelap setelah perjalanan Panjang , akram kembali memberhentikan mobilnya disisi jalan. Apalagi ini kupikir. Di panas terik matahari begini, adalah keputusan yang tidak nyaman, untuk berhenti di tepi jalan berdebu , pikirku.

Aku acuhkan akmar. Berlalu dia dengan Kitay. Pikir lebih baek pikirku.Tapi tak lama berselang, akmar sudah mendatangiku.

Bangla..kamu harus turun. Aku yang traktir, kita makan melon dan semangka disini, ujarnya..

Bangla ? kurang ajar sekali AKmar. Bangla adalah panggila Akmar padauk dari awal. Sengaja dia memancing tawa, padahal dalam hati aku sedikit tak senang. Kulitku ga sehitam Orang Bangladesh pikirku, Tapi akmar tetap keukeh memanggilku bangla. Ya sudahlah,,yang penting dia bahagia dang a berhenti mengoceh, itung2 anggap saja radio rusak republic Uzbekistan.

Tak berhenti dia mengoceh , bercakap cakap dengan penjual buah, memakai Bahasa local. Setiap dia berbicara dan menggunakan kata Bangla, ke 4 perempuan paroh baya penjual semangka itu tertwa tawa sembil melirik mencuri pandang ke arahku. Bedebah si akmar.

Sepotong semangka segar di berikannya padaku. Paling pintar dia mengambil hati. Setelah membayar semangka, kamipun meninggalkan si penjual buah,berlalu.

Ke empat perempuan itu melambaikan tangan kepada kami, mungkin mereka senang setelah seharian duduk di tepi jalan , Kamilah satu2nya pembeli yang berhenti untuk sitirahat makan semangka.

Good Bye bangla… ujarnya ke arahku , sambal tersenyum.

….

Setelah perjalanan Panjang dan berdebu,  akhirnya kami memasuki Muynak.

Kota kecil penuh debu. Pemandangannya seperti kota kecil dalam film2 cowboy yang pernah kutonton. Panas terik matahari menikam kepala

tanpa ampun. Tak betah rasanya berlama lama di luar. Efek pemanasan global karena perubahan iklim sangat terasa disini. Dan tentu saja , Aral yang mongering, memberikan andil terbesar dalam kondisi saat ini.Ransel biru ku panggul, mengikuti langkah kitay memasuki sebuah guest house sederhana. Akmar pamit pulang dan memberikan pelukan hangat.kemudian kembali ke mobil bututnya..

 

“Selamat tinggal Banglaa… semoga kita ketemu lagi.. “  teriaknya dari jauh dengan wajah penuh kemenangan karena meledekku. Suka suka kaulah akmar , dalam hatiku mendumel.

 

 

 

 

 

  •  

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *